Dari bawah, gunung ini terlihat
tidak seberapa tingginya. Sebab itulah saya bersama seorang teman saya ketika
itu terlalu mengentengkannya—tak perlu membawa air segala untuk mengatasi
dahaga. Pikir saya, gunung, seberapapun tingginya pastilah memiliki sumber mata
air. Ternyata tidak.
Saya tidak pernah membayangkan
bahwa perjalanan menuju puncak gunung api purba akan begitu panas dan menguras
keringat. Yang lebih parah, kami mengalami dehidrasi. Pohon-pohon rindang hanya
ada di beberapa tempat. Selebihnya, tempat untuk berteduh hanya pada bayangan
batu-batu besar saja. Cuaca sangat terik hari itu.
Namun, di antara kondisi alamnya
yang seperti itu, gunung api purba memiliki daya tarik tersendiri yang tentu
akan membuat para petualang merasa tidak sia-sia ketika berkunjung ke sana.
Gunung ini memiliki keunikan yang tidak bisa ditemui di objek wisata manapun di
daerah Jawa. Di sana—di sepanjang perjalanan—banyak terdapat batu-batu raksasa
yang berwajah purba. Siapapun, yang melihatnya, pasti akan membayangkan pernah
ada dinosaurus-dinosaurus yang bertengger di batu-batu itu. Kendati gunung ini
disebut purba bukan karena hal itu.
Gunung api purba, pada 60 hingga
70 juta tahun yang lalu, berdasarkan penelitian, konon merupakan gunung berapi
yang masih aktif. Gunung ini juga disebut banyak orang sebagai Gunung Nglanggeran
karena letaknya yang berada di desa Nglanggeran. Tingginya cuma sekitar 300
meter, dan luas 800 meter. Di sepanjang jalan menuju puncak, kita bisa menemui tanaman-tanaman
yang sudah mulai jarang kita temui di kota-kota, seperti pohon jambu monyet (Anacardium Occidentale),
jamblang/duwet (Syzygium Cumini),
hingga belinjo (Gnetum Gnemon).
Dan ada satu pohon lagi yang unik yang ketika itu membuat muntah-muntah saya
saat mencobanya; saya tidak tahu apa namanya. Pohon itu tumbuh tinggi
sebagaimana pohon buah lainnya. Buahnya lebat menggantung, berwarna hijau saat
mentah, dan kuning atau oranye ketika matang. Besarnya hampir sama dengan besar
buah jeruk mandarin. Aromanya wangi, teksturnya serupa buah kesemek ketika
mentah, dan lembek seperti buah plum ketika matang. Karena penampilannya yang
menggoda itulah saya jadi tergoda untuk mencicipinya, namun ternyata rasanya
pahit luar biasa. Untung saja tidak keracunan :’D (Ganjaran bagi orang nggragas)
Gunung Nglanggeran kalau dari
Wonosari berjarak sekitar 25 km. Sementara kalau ditempuh dari kota Jogjakarta,
jarak tempuhnya hanya 20 km saja. Ada 2 jalur jalan untuk menuju ke lokasi,
jika dari arah Wonosari kita melewati Bunderan Sambipitu, ambil kanan arah ke
dusun Bobung/kerajinan Topeng, kemudian menuju Desa Nglanggeran. Jika dari arah
Jogjakarta : Bukit Bintang Patuk, Radio GCD FM belok kiri kira-kira 7 KM ( arah
desa Ngoro-oro lokasi stasiun-stasiun Transmisi ), menuju desa Nglanggeran
(Pendopo Joglo Kalisong/Gunung Nglanggeran). Berikut tadi adalah data yang saya
kutip dari situs resminya.
Saat tadi saya mengintip fanspage objek wisata ini di Facebook,
saya mendapat informasi kalau akan ada gerakan sosial cinta lingkungan yang akan dilaksanakan
bersama panitia jambore penghijauan sak
wong sak wit (satu orang satu pohon) di gunung api purba ini pada 1 juli
2012 nanti. Bagi siapa saja yang ingin turut berpartisipasi atau ingin
memberikan donasi untuk acara ini, maka bisa menghubungi panitia via Black
Berry (Pin: 27FA22BA)
Nah, acara tersebut barangkali akan menjadi kesempatan yang
baik untuk berkunjung ke sana. Jika anda tertarik untuk mengunjunginya setelah
membaca artikel ini. Dan jangan lupa untuk membawa banyak bekal—khususnya air
minum—saat mendaki ke sana, ya. Jangan sampai seperti saya. :D salam
backpacker.
kunjungan gan,bagi - bagi motivasi
BalasHapusHal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
ditunggu kunjungan baliknya yaa :)