Rabu, 20 Juni 2012

Ada Cerita di Gunung Api Purba




Dari bawah, gunung ini terlihat tidak seberapa tingginya. Sebab itulah saya bersama seorang teman saya ketika itu terlalu mengentengkannya—tak perlu membawa air segala untuk mengatasi dahaga. Pikir saya, gunung, seberapapun tingginya pastilah memiliki sumber mata air. Ternyata tidak.

Saya tidak pernah membayangkan bahwa perjalanan menuju puncak gunung api purba akan begitu panas dan menguras keringat. Yang lebih parah, kami mengalami dehidrasi. Pohon-pohon rindang hanya ada di beberapa tempat. Selebihnya, tempat untuk berteduh hanya pada bayangan batu-batu besar saja. Cuaca sangat terik hari itu.

Namun, di antara kondisi alamnya yang seperti itu, gunung api purba memiliki daya tarik tersendiri yang tentu akan membuat para petualang merasa tidak sia-sia ketika berkunjung ke sana. Gunung ini memiliki keunikan yang tidak bisa ditemui di objek wisata manapun di daerah Jawa. Di sana—di sepanjang perjalanan—banyak terdapat batu-batu raksasa yang berwajah purba. Siapapun, yang melihatnya, pasti akan membayangkan pernah ada dinosaurus-dinosaurus yang bertengger di batu-batu itu. Kendati gunung ini disebut purba bukan karena hal itu.

 
 

Gunung api purba, pada 60 hingga 70 juta tahun yang lalu, berdasarkan penelitian, konon merupakan gunung berapi yang masih aktif. Gunung ini juga disebut banyak orang sebagai Gunung Nglanggeran karena letaknya yang berada di desa Nglanggeran. Tingginya cuma sekitar 300 meter, dan luas 800 meter. Di sepanjang jalan menuju puncak, kita bisa menemui tanaman-tanaman yang sudah mulai jarang kita temui di kota-kota, seperti pohon jambu monyet (Anacardium Occidentale), jamblang/duwet (Syzygium Cumini), hingga belinjo (Gnetum Gnemon). Dan ada satu pohon lagi yang unik yang ketika itu membuat muntah-muntah saya saat mencobanya; saya tidak tahu apa namanya. Pohon itu tumbuh tinggi sebagaimana pohon buah lainnya. Buahnya lebat menggantung, berwarna hijau saat mentah, dan kuning atau oranye ketika matang. Besarnya hampir sama dengan besar buah jeruk mandarin. Aromanya wangi, teksturnya serupa buah kesemek ketika mentah, dan lembek seperti buah plum ketika matang. Karena penampilannya yang menggoda itulah saya jadi tergoda untuk mencicipinya, namun ternyata rasanya pahit luar biasa. Untung saja tidak keracunan :’D (Ganjaran bagi orang nggragas)

 

Gunung Nglanggeran kalau dari Wonosari berjarak sekitar 25 km. Sementara kalau ditempuh dari kota Jogjakarta, jarak tempuhnya hanya 20 km saja. Ada 2 jalur jalan untuk menuju ke lokasi, jika dari arah Wonosari kita melewati Bunderan Sambipitu, ambil kanan arah ke dusun Bobung/kerajinan Topeng, kemudian menuju Desa Nglanggeran. Jika dari arah Jogjakarta : Bukit Bintang Patuk, Radio GCD FM belok kiri kira-kira 7 KM ( arah desa Ngoro-oro lokasi stasiun-stasiun Transmisi ), menuju desa Nglanggeran (Pendopo Joglo Kalisong/Gunung Nglanggeran). Berikut tadi adalah data yang saya kutip dari situs resminya.

Saat tadi saya mengintip fanspage objek wisata ini di Facebook, saya mendapat informasi kalau akan ada gerakan sosial cinta lingkungan yang akan dilaksanakan bersama panitia jambore penghijauan sak wong sak wit (satu orang satu pohon) di gunung api purba ini pada 1 juli 2012 nanti. Bagi siapa saja yang ingin turut berpartisipasi atau ingin memberikan donasi untuk acara ini, maka bisa menghubungi panitia via Black Berry (Pin: 27FA22BA)

Nah, acara tersebut barangkali akan menjadi kesempatan yang baik untuk berkunjung ke sana. Jika anda tertarik untuk mengunjunginya setelah membaca artikel ini. Dan jangan lupa untuk membawa banyak bekal—khususnya air minum—saat mendaki ke sana, ya. Jangan sampai seperti saya. :D salam backpacker.

1 komentar:

  1. kunjungan gan,bagi - bagi motivasi
    Hal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
    ditunggu kunjungan baliknya yaa :)

    BalasHapus