Sabtu, 18 September 2010

KETUK

salah besar jika anda berfikir bahwa ketuk itu adalah nama semacam binatang yang bisa bermetamorfosis dari buruk ke baik seperti halnya kupu-kupu atau 'the ugly duck'. bukan, ketuk bukan itu. ketuk juga bukan merupakan sebuah nama alat pijat refleksi, apalagi sejenis minuman penambah semangat seperti halnya kopi. lalu apa itu ketuk? sampai-sampai saya harus memilih judul di atas untuk membuat catatan ini pagi-pagi sekali di hari minggu yang seharusnya saya nikmati dengan jalan-jalan ke jakarta untuk membeli buku-buku bekas? mari, saya ceritakan..



ketuk sebenarnya adalah nama seorang perempuan, tetangga sekampung saya tepatnya. ketuk seperti halnya perempuan kampung biasa, tidak cantik, juga tidak jelek-jelek amat, ia memiliki seorang kakak perempuan bernama tomblok yang sudah meninggal dunia sebelum menikah karena terserang asma. mungkin jika kisah mereka, dari mereka kecil sampai dengan hari dimana kejadian itu terjadi diliput secara eksklusif dalam sebuah acara infotainment di layar kaca, anda akan membutuhkan tiga dus kertas tisu untuk menontonnya.



ketuk bukanlah anak orang kaya, ia sudah menjadi piatu sejak saya bertetangga dengannya, entahlah, karena ketika itu saya masih kecil, saya jadi tidak ingat kapan persisnya.



yang jelas, ketuk memiliki ayah seorang penjual air ledeng keliling yang sudah renta, yang sering menghabiskan sisa waktunya sehabis bekerja dengan memakai sarung dan ngopi di depan rumah, lalu pergi ke langgar jika waktu adzan tiba. dulu, saya sering mendengar bahwa ketuk itu sangat suka sekali bermain ke diskotik, duh, seorang perempuan kampung anak penjual air ledeng keliling sampai punya hobi ke diskotik, apa jadinya, ironis sekali tentu. tapi benar atau tidaknya kabar itu saya tidak mau tahu, dalam catatan ini saya tidak akan bercerita tentang ketuk yang 'before', melainkan ia yang 'after'.



nah, ialah ketuk, perempuan yang dalam kamus saya, saya sebut sebagai 'PEREMPUAN TOA JAM TIGA SORE'. sebutan ini berlaku untuk ketuk yang sudah tidak perawan lagi, ia yang sudah menikah dan punya seorang anak. ketuk versi ini sudah berbeda jauh dari ketuk yang 'before', dadanya kini menjadi lebih besar, meski tak sebesar milik Pamela Anderson, tubuhnya juga sudah 'njeber', mungkin akan mirip Nunung jika ia benar-benar tidak menjaga makanannya mulai dari saat itu juga.





kenapa saya sampai menyebutnya dengan 'PEREMPUAN TOA JAM TIGA SORE'? jelas saja, ketuk ini adalah seorang penjual kue-kue kecil yang ia jajakan keliling kampung mulai jam tiga sore. sungguh, kalau ia sudah keliling pada jam itu, penampilannya sudah berubah seperti Tentara Berani Mati, depan belakang kanan kiri, semua sudah ada 'dunak' dan tas berisi kue-kue kecil yang ia tawarkan berkeliling sambil berteriak-teriak, suaranya yang keras dan nyaring membuat siapapun yang mendengarnya bakal keluar rumah, suaranya yang menggelegar bak toa masjid itu juga sangat memungkinkan ia untuk diajak duet dalam konser Avenged Sevenfold jika ada produser yang mendengarnya, tapi sayang, nggak ada ceritanya produser jalan-jalan keliling kampung untuk mencari orang berbakat yang punya penampilan macam ketuk.



siapa yang menyangka, ketuk yang modelnya seperti itu justru bisa memberi saya sebuah pelajaran, bahwa hidup harus diperjuangkan, tak peduli meski penampilannya seperti tentara berani mati, ia tetap setia bekerja keliling kampung menjajakan kue demi menghidupi putri kesayangannya lantaran penghasilan suaminya begitu pas-pasan. tak peduli juga apakah ia tidak bisa menghabiskan waktunya untuk pergi ke salon dan menggosip, yang ia tahu, hidup harus disyukuri demikian adanya.





karena ketuk itulah, saya bisa sampai ke kota ini, bekerja dan membiayai kuliah saya sendiri hingga lulus hari ini. ketuk bukanlah Albert Einstein, Mahatma Gandhi, ataupun Ir.Soekarno, tapi ia bisa menginspirasi saya demikian hebat hingga saya berubah menjadi seperti sekarang ini, yang tanpa memandangnya ketika sore, mungkin saya hanya akan menjadi pemuda yang suka nongkrong di jalan-jalan sambil trek-trekan, menjadi anak papi, dan merengek-rengek kalau kantong sudah kosong.



sungguh di luar dugaan memang, bahwa ternyata inspirasipun bisa muncul dari orang yang mereka anggap tidak penting. nah, kan. siapa yang menyangka..





Bekasi, 19 September 2010

Kamis, 02 September 2010

Puisi : Di sepanjang fajar hingga bibir-bibir pagi















sekali aku pernah menyimakmu seperti ini, dalam kabut yang lindap di sepanjang fajar hingga bibir bibir pagi.



sungguh tak berubah, kau masih begitu tekun melafalkan doa yang cemas, begitu anggun menanam mimpi pada bara unggun. seperti terakhir kali kita berdiri pada satu jajar di antara rimbun perdu yang ditumbuhkan Tuhan di bukit ini.



ah, kawan

kau dan aku tetap sama saja

gemar menjadi manusia yang menyebabkan detik membuahkan sepi



di sepanjang fajar

hingga bibir bibir pagi.





Agustus, 2010

Rabu, 01 September 2010

Puisi : Perempuan Langit

: padamu, bidadari yang menyapu sampah di depan rumah kayu



(duhai

aku jatuh cinta pada perempuan langit ini

pemilik kerling mata

yang lebih teduh

daripada musim angin di bulan april

dan liku senyum

yang lebih kerlip

daripada gugus gemintang di langit selatan)



wahai

engkau yang kerap bertutur

dengan kata yang lebih wangi tinimbang kembang

dan gerak bibir yang lebih suci tinimbang pagi



ijinkan kutelaah kegaibanmu

dari lancip lutut

hingga keluasan keningmu



o



berhentilah sekejap saja

biarkan aku purna menyimakmu



berhentilah sekejap saja,

biarkan aku purna menyimakmu





Sarang Angin, 01 September 2010