Selamat malam, Padalarang!
Lampu-lampu mengular, yang sepasang dan yang tunggal.
Kendaraan dari dan entah ke mana tujuannya.
Jalanan sedikit basah, baru turun hujan ‘kah?
Di dalam bis aku ngelangut melamun,
di smoking area, asap rokok diam serupa petapa waskita.
Kepulangan, adakah selalu jadi kerinduan dua titik yang berbeda?
Kita cuma manusia-manusia yang gemar merentang jarak.
Di kubus ruang kau pecahkan satu-satu detik yang mengganggu.
Ada kunyanyikan pelan lagu bagimu, Sepanjang Jalan Kenangan
dan tiba-tiba saja aku jadi teringat ibu. Di luar mulai gelap
meranggas petang. Pulas gigil AC sedikit menekan tulang iga,
hingga ke paru. Ditaruhnya lagi bertumpukan, ceritamu
tentang anak kecil yang minta dibuatkan langit di atap kamarnya.
Atau tentang kaleng kosong yang jadi kandang kunang-kunang.
Betapa menyenangkan masa kanak itu.
Selamat malam, kuucapkan bagi lampu-lampu.
Senang berkenalan denganmu,
walau dalam kecepatan bis yang tidak pernah tentu.
Kadang melesat ia, kadang melenguh di tengah macet
yang membikin jenuh.
Selamat malam, Padalarang!
Garis terakhir batasmu sudah lewat jauh.
Baiknya kuakhiri sajak ini dengan
sepotong tanda titik yang likat. Nah, sudah kutaruh.
Bandung – Sukabumi, 3/2/2012
Tentang Penyair :
Lutfi Mardiansyah, lahir di Sukabumi tanggal 4 Juli 1991. Tengah menempuh program S1 di Universitas Padjadjaran (UNPAD) jurusan Sastra Indonesia, angkatan 2009. Menulis puisi, cerpen dan novel. Pendengar setia John Coltrane dan Miles Davis. Pembaca setia novel-novel Milan Kundera dan Ayu Utami, juga babon epik Mahabharata Ramayana. Aktif di Komunitas Sastra Langkah. Menjadi pembimbing di Forsa5 (Forum Sastra Remaja SMPN 5) di Kota Sukabumi. Puisi-puisinya terdapat antara lain di antologi puisi kolektif Langkah, Dari Dasar Jurang (2011), dan Dari Senja Ke Malam (2011). Saat ini sedang berusaha mewujudkan impiannya memiliki perpustakaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar