Rabu, 20 Juni 2012

Ada Cerita di Gunung Api Purba




Dari bawah, gunung ini terlihat tidak seberapa tingginya. Sebab itulah saya bersama seorang teman saya ketika itu terlalu mengentengkannya—tak perlu membawa air segala untuk mengatasi dahaga. Pikir saya, gunung, seberapapun tingginya pastilah memiliki sumber mata air. Ternyata tidak.

Saya tidak pernah membayangkan bahwa perjalanan menuju puncak gunung api purba akan begitu panas dan menguras keringat. Yang lebih parah, kami mengalami dehidrasi. Pohon-pohon rindang hanya ada di beberapa tempat. Selebihnya, tempat untuk berteduh hanya pada bayangan batu-batu besar saja. Cuaca sangat terik hari itu.

Namun, di antara kondisi alamnya yang seperti itu, gunung api purba memiliki daya tarik tersendiri yang tentu akan membuat para petualang merasa tidak sia-sia ketika berkunjung ke sana. Gunung ini memiliki keunikan yang tidak bisa ditemui di objek wisata manapun di daerah Jawa. Di sana—di sepanjang perjalanan—banyak terdapat batu-batu raksasa yang berwajah purba. Siapapun, yang melihatnya, pasti akan membayangkan pernah ada dinosaurus-dinosaurus yang bertengger di batu-batu itu. Kendati gunung ini disebut purba bukan karena hal itu.

 
 

Gunung api purba, pada 60 hingga 70 juta tahun yang lalu, berdasarkan penelitian, konon merupakan gunung berapi yang masih aktif. Gunung ini juga disebut banyak orang sebagai Gunung Nglanggeran karena letaknya yang berada di desa Nglanggeran. Tingginya cuma sekitar 300 meter, dan luas 800 meter. Di sepanjang jalan menuju puncak, kita bisa menemui tanaman-tanaman yang sudah mulai jarang kita temui di kota-kota, seperti pohon jambu monyet (Anacardium Occidentale), jamblang/duwet (Syzygium Cumini), hingga belinjo (Gnetum Gnemon). Dan ada satu pohon lagi yang unik yang ketika itu membuat muntah-muntah saya saat mencobanya; saya tidak tahu apa namanya. Pohon itu tumbuh tinggi sebagaimana pohon buah lainnya. Buahnya lebat menggantung, berwarna hijau saat mentah, dan kuning atau oranye ketika matang. Besarnya hampir sama dengan besar buah jeruk mandarin. Aromanya wangi, teksturnya serupa buah kesemek ketika mentah, dan lembek seperti buah plum ketika matang. Karena penampilannya yang menggoda itulah saya jadi tergoda untuk mencicipinya, namun ternyata rasanya pahit luar biasa. Untung saja tidak keracunan :’D (Ganjaran bagi orang nggragas)

 

Gunung Nglanggeran kalau dari Wonosari berjarak sekitar 25 km. Sementara kalau ditempuh dari kota Jogjakarta, jarak tempuhnya hanya 20 km saja. Ada 2 jalur jalan untuk menuju ke lokasi, jika dari arah Wonosari kita melewati Bunderan Sambipitu, ambil kanan arah ke dusun Bobung/kerajinan Topeng, kemudian menuju Desa Nglanggeran. Jika dari arah Jogjakarta : Bukit Bintang Patuk, Radio GCD FM belok kiri kira-kira 7 KM ( arah desa Ngoro-oro lokasi stasiun-stasiun Transmisi ), menuju desa Nglanggeran (Pendopo Joglo Kalisong/Gunung Nglanggeran). Berikut tadi adalah data yang saya kutip dari situs resminya.

Saat tadi saya mengintip fanspage objek wisata ini di Facebook, saya mendapat informasi kalau akan ada gerakan sosial cinta lingkungan yang akan dilaksanakan bersama panitia jambore penghijauan sak wong sak wit (satu orang satu pohon) di gunung api purba ini pada 1 juli 2012 nanti. Bagi siapa saja yang ingin turut berpartisipasi atau ingin memberikan donasi untuk acara ini, maka bisa menghubungi panitia via Black Berry (Pin: 27FA22BA)

Nah, acara tersebut barangkali akan menjadi kesempatan yang baik untuk berkunjung ke sana. Jika anda tertarik untuk mengunjunginya setelah membaca artikel ini. Dan jangan lupa untuk membawa banyak bekal—khususnya air minum—saat mendaki ke sana, ya. Jangan sampai seperti saya. :D salam backpacker.

Tips Jitu Mendownload Lagu yang Anda Tidak Tahu Judulnya


Pernah nggak sih, punya lagu kenangan yang dulu sering dinyanyiin bareng dengan Si Do’i, tapi Anda nggak tau atau lupa itu lagunya siapa? Mau donlot di 4shared juga tajmahal.. eh, mustahil karena nggak tau judulnya :’D

Jangan sedih chooy (kata Budi Handuk). Blog Rumah Awan punya solusi ajaib untuk Anda agar lagu yang Anda tidak tahu siapa penyanyinya itu bisa masuk ke kartu memory hape Anda. Dijamin ampuh pokoknya (^3^)v

Dan perlu anda tahu, tips berikut digunakan untuk mencari lagu dengan masalah seperti di bawah ini :
#1 : Lagu yang Anda tahu judulnya, tapi tidak tahu siapa penyanyinya
#2 : Lagu yang Anda tahu siapa penyanyinya, tapi tidak tahu apa judulnya
#3 : Lagu yang Anda tidak tahu siapa penyanyinya dan tidak tahu apa judulnya

Nah, lagu dengan masalah2 seperti di atas itu 100% bisa anda temukan di internet hanya jika anda hapal sedikit saja liriknya. Diulang : ANDA BISA MENEMUKAN LAGU YANG ANDA CARI HANYA JIKA ANDA HAPAL—MESKIPUN SEDIKIT—LIRIKNYA. Benar, kunci keberhasilan cara ini adalah lirik lagu. Jadi jika yang anda cari adalah lagu instrumental, maka segeralah berhenti membaca sampai di sini, sebab tips ini benar-benar tidak akan bermanfaat untuk anda.

Dan berikut adalah langkah-langkah pencariannya :
#1 : Buka google
#2 : Ketik sedikit lirik dari lagu yang ingin anda cari di box pencarian dengan awalan “lirik” jika itu lagu Indonesia, atau “lyric” jika lagu yang anda cari adalah lagu luar
#3 : Tekan enter!

Nah, selesai sudah. Google kini telah menampilkan judul dan penyanyi dari lagu kenangan anda. Yang paling sering muncul di halaman google biasanya adalah situs yang menampilkan lirik dari lagu yang anda cari. Nah, setelah muncul judul dan penyanyinya, kini anda tinggal mencocokkannya di youtube, atau langsung mendonloadnya di 4shared atau situs download mp3 lainnya. Mudah, ‘kan? Selamat mencoba :)

Selasa, 19 Juni 2012

Dunia Tanpa Nama [chapter #6]

        “Apa menurutmu ramalan itu benar?” Tanya Lena.
        “Entahlah,” Greem mengangkat bahunya, “Kita lihat saja nanti.”
        “Mmm, ini jadi seperti dongeng saja.”
        “Memangnya kau tidak sadar saat ini sedang berada di mana?”
      ”Sadar, sih. Hanya saja aku masih sulit mempercayai bahwa empat puluh tahun terakhir yang kulewati ini adalah benar-benar kenyataan.”
    “Apa perlu aku menampar wajahmu, untuk membuktikan bahwa kau tidak sedang bermimpi?”
        “Akan kupenggal kepalamu jika kau berani melakukannya.”
        “Kau ini masih saja berani berkata kurang ajar seperti itu pada gurumu.”
   “Kenapa tidak? Siapa memangnya yang menarik-narikku ke dunia ini?” Lena mencengkeram kerah baju Greem. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Greem, “Kau pikir aku mau belajar sihir benar-benar bukan karena terpaksa?”
        “Apa kau mau menentang takdir?” kata Greem tenang.
        “Apa itu takdir? Hanya orang-orang bodoh saja yang masih mau mempercayainya.”
      “Aku sangsi bahwa orang sepertimu ini pernah menginjak bangku sekolah di dunia manusia sana.” Greem melepaskan cengkeraman tangan Lena di kerah bajunya dengan sedikit sihir, “Daripada berdebat seperti ini, kau lebih baik belajar sihir sebelum sesuatu yang telah diramalkan terjadi. Berdoa saja semoga Maria bisa sampai ke negri ini membawa bocah itu tepat pada waktunya.”
**
Kali ini giliran makhluk yang lebih aneh muncul. Ia memiliki enam tangan yang lebih panjang dari tinggi tubuhnya. Matanya empat dan hitam seluruhnya. Memiliki satu tanduk di atas kepala dan mulut yang berada tepat di tengah-tengah perutnya. Jaglove menciptakannya dari isi perut serangga dan serpihan-serpihan tubuh monster tanah liat yang hancur karena mantra yang diucapkan Obin.
“Aku berani berjanji.” Kata Jaglove, “Seandainya monster yang kuciptakan kali ini mampu kalian hancurkan dengan mantra sihir, maka aku akan pergi tanpa membawa kepalamu.”
“Kau berani berkata seperti itu seolah-olah kaulah yang menguasai pertempuran ini.” Kata Maria.
“Oh. Pertempuran?” Jaglove menempelkan jari telunjuknya ke kening. Seperti gaya seseorang yang sedang mengingat-ingat sesuatu. “Aku bahkan tidak pernah menganggapnya demikian. Ini permainan, Maria. Permainan kecil saja, kau tahu.”
“Kau tetap saja sombong.”
“Dan kau berubah menjadi lebih percaya diri sekarang, ya, Maria. Padahal lima puluh tahun yang lalu, sejak terakhir kali kita bertemu, kau masih terlihat seperti anak ingusan.” Wajah Jaglove berubah menyeringai, “Padahal seandainya ketika itu Gaga tidak datang menolongmu, aku sudah mendapatkan kepalamu. Kau tahu, Maria? Kepala penyihir yang murni berasal dari dunia manusia sepertimu itu padahal sangat mahal harganya.”
Maria diam sejenak.
“Padahal apa lagi?” katanya kemudian.
“Aku tidak pernah membayangkan akan bisa bertemu orang-orang yang hebat seperti kalian dalam hidupku. Ini keren.” Obin angkat bicara, “Tapi juga merepotkan.”
“Hampir saja aku melupakan keberadaanmu, anak muda. Padahal mantramulah yang telah menghancurkan makhluk-makhluk sihir ciptaanku. Meskipun Maria telah berusaha menutupi auramu dengan auranya, tapi aku tetap tahu kalau kau ini berasal dari ras mausia juga.” Jaglove berkacak pinggang. “Ini menarik. Aku akan membiarkan dulu kau hidup di dunia ini untuk belajar sihir, seperti kebanyakan manusia yang pernah datang ke mari. Kemudian aku akan datang kembali padamu untuk memenggal kepalamu ketika kau telah benar-benar bisa menguasai sihir. Kau tahu kenapa, nak? Seperti yang sudah kubilang tadi, kepala penyihir yang berasal dari ras manusia itu mahal sekali harganya.”
“Oh. Begitu?” kata Obin.
“Menarik. Benar-benar menarik. Jarang-jarang aku bertemu manusia yang santai dan pemberani sepertimu.” Jaglove menatap wajah Maria, “Benar, ‘kan, Maria?”
“Menghadap kemari, Badut!” Obin berteriak, “Aku juga akan memberitahumu sesuatu!”
“Memberitahu apa?” Jaglove menanggapi.
“Kau itu makhluk paling lucu yang pernah kutemui.”
Mendengar itu, Jaglove langsung meniupkan ‘nyawa’ pada makhluk ciptaannya. “Baiklah, sebaiknya segera kita mulai saja permainan ini.” Katanya.
**
DBUM!
Sebuah batu besar jatuh dari tempat seharusnya ia berada. Makhluk-makhluk kecil di sekitarnya berlarian ketakutan.
“Ini luar biasa,” lelaki bertopeng itu menggaruk-garuk kepalanya, “Aku tidak tahu harus berkata apa.”
Dhino menatap tangan kanannya yang masih menyisakan sedikit asap dari sihir yang baru saja dikeluarkannya untuk memindahkan sebuah batu dari atas tebing.
Amazing..,” katanya, “Ini keren sekali.”
“Kupikir kau merasa dirimu yang sekarang ini sudah hampir mirip dengan tokoh super hero favoritmu ketika kecil. Benar begitu, bocah?”, lelaki bertopeng itu menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya untuk mengelus-elus dagunya sendiri, “Kuakui, kau memang luar biasa.”
Yeah, kuharap aku bisa tetap seperti ini ketika aku sudah bangun dari mimpi nanti.”
“Harus kubilang berapakali lagi padamu bahwa yang sedang kau alami ini bukan mimpi, bocah.”
“Ah, sudahlah. Aku tetap tak mau mempercayainya.” Dhino bersidekap, “Sekarang sihir apa lagi yang bisa kau ajarkan padaku? Aku ingin belajar lebih banyak lagi. Mumpung ibuku yang galak belum membangunkanku dengan seember air.”
“Kata-katamu…, itu yang ingin kudengarkan. Kuharap anak yang dibawa Maria nanti tidak lebih hebat darimu.”
Lelaki bertopeng itu kini kembali mengobok-obok isi tasnya.
**
Jaglove hanya tertawa-tawa di atas batu ketika melihat makhluk aneh ciptaannya membuat kewalahan Maria dan Obin.
Rasanya Obin tidak bisa mempercayainya, Maria yang dari sejak pertama kali mereka bertemu terlihat hebat itu kini bisa dibuat tak berkutik oleh hanya makhluk yang diciptakan dengan sihir. Ia kini jadi merasa menyesal dan membenarkan kata Maria bahwa keberadaannya di sana hanya menjadi beban bagi Maria.
“Tak perlu menyesal. Sudah terlambat.” Kata Maria.
“Lagi-lagi kau membaca pikiranku.”
DUAG!
DUAG!
Gerakan makhluk sihir itu benar-benar tidak terbaca. Ia gesit serupa kilat. Obin dan Maria kini terpental jauh karena pukulannya yang tiba-tiba. Kepala boneka yang selalu dibawa Maria juga sekarang jadi terlepas dari tangan gadis kecil berambut putih itu.
“Memalukan,” kata Maria. “Ini terlalu cepat.”
Langit di atas kepala boneka yang terlepas dari tangan Maria itu jadi tiba-tiba terbelah. Sebuah cahaya berwarna kuning memancar tegak lurus menembus langit yang terbelah itu dari kepala boneka.
“Cahaya apa gerangan yang keluar dari kepala boneka itu?” kata Obin penasaran, sebelum ia tak sadarkan diri karena efek dari pukulan makhluk sihir bertangan enam barusan.
“Oh?” Jaglove kini beranjak dari tempat  ia berada.

(Bersambung)

Senin, 18 Juni 2012

Lelaki Sebelas Tahun Silam

“The teacher who is indeed wise does not bid you to enter the house of his wisdom but rather leads you to the threshold of your mind.”–Kahlil Gibran


Saat saya hampir tak percaya dengan kemampuan yang saya miliki, orang ini datang menepuk pelan pundak saya. Mengangkat saya dengan cuma kata-kata sederhana. Membuat saya berdiri dengan cuma kata-kata sederhana. Membuat saya kembali berjalan dengan cuma kata-kata sederhana. Sesederhana cara dia memandang hidupnya.

Saya sudah pernah beberapa kali menulis tentang beliau, sebenarnya. Hanya karena kemudian tulisan tersebut dianggap oleh banyak orang sebagai mengada-ngada, saya sampai dengan berat hati kembali menghapusnya. Padahal tulisan tentang beliau itu benar adanya. Tulisan yang bahkan saya sendiri baru menyadari bahwa itu merupakan jembatan yang akhirnya mampu kembali mempertemukan kami setelah sekian belas tahun saling kehilangan kontak.

Pak Udin, namanya. Sebut saja demikian. Beliau menjadi wali kelas saya sejak saya duduk di bangku kelas dua SMP. Merangkap sebagai guru Bahasa Arab dan Fiqih juga. Jika kebanyakan guru di sekolahan saya ketika itu lebih sering menghukum muridnya yang nakal dengan cara yang kasar, Pak Udin ini justru punya cara menghukum yang berbeda;

Saya ini termasuk salah satu orang yang merasa bahwa hukuman dengan berdiri di koridor sambil mengangkat satu kaki dan menjewer sendiri telinga kita dengan kedua tangan hingga jam pelajaran selesai adalah hukuman yang tidak akan membikin efek jera. Menyia-nyiakan waktu, jelas saja iya. Nah, hukuman semacam itu benar-benar tak ada dalam kamus Pak Udin. Ia selalu memanggil kedepan muridnya yang melakukan kesalahan, untuk kemudian disuruh memijit pundaknya. Terlihat tidak wajar, tapi hukuman semacam ini justru malah lebih efektif. Ketika dekat seperti itu, komunikasi jadi kehilangan batas. Dan hal itu dimanfaatkan sebagai kesempatan oleh Pak Udin untuk berbincang dengan para murid-muridnya secara lebih dalam. Maka perannya sebagai guru, justru malah tidak beda dengan peran orang tua kami sendiri.

Ada lagi hal yang tidak bisa saya lupa. Tentang kebiasaan jelek saya ketika itu, yaitu saya yang selalu menempelkan tangan ke kening jika sudah mulai bosan dengan pelajaran. Banyak guru yang malah mengatakan hal itu sebagai kebiasaan orang sok pintar. Konotasinya jelas saja negatif. Kata “sok” itu, kadang sangat menusuk hati jika saya mendengarnya. Saya akui. Tapi Pak Udin punya cara “menusuk hati” yang beda lagi. Beliau selalu menyuruh semua murid di kelas menghadap ke arah saya ketika saya secara tidak sengaja melakukan hal itu, kemudian dengan gayanya yang khas—yaitu menunjuk ke arah saya sambil menjentikkan jarinya—beliau selalu dengan keras bilang : “Lihat, Jenar. Lihat gayanya. Temanmu ini adalah seorang calon intelek!”. Efeknya apa, saya rasa anda sendiri tahu tanpa saya beri tahu.

Sejak lulus SMP, kurang lebih sebelas tahun yang lalu, kami sudah tidak lagi saling bicara—hilang kontak. Apalagi saya merantau ke Bekasi sehabis lulus SMA. Anda juga pasti tahu, sangat tidak mudah melupakan seseorang yang pernah berjasa besar pada kita dalam membentuk jati diri kita. Nah, karena saya merasa Pak Udin ini memiliki pengaruh besar dalam membentuk pribadi saya, maka saya pernah beberapakali menulis kisahnya dan menguploadnya di Kompasiana (tulisan-tulisan tersebut sudah saya hapus) sebagai bentuk penghormatan sekaligus pernyataan rindu untuk kembali bisa berbincang-bincang lantaran sudah lama tidak bertemu.

Beberapa bulan setelah tulisan itu saya upload, seseorang tiba-tiba mengajak saya chating di sebuah situs jejaring sosial.

“Awan, kamu penulis di Kompasiana ya?”
“Iya. Cuma buat iseng saja.”
“Kamu kenal Pak Udin?”
“Pak Fahrudin, maksudnya?”
“Iya. Beliau guru SMP-mu, ‘kan?”
“Kok tahu?”
“Saya juga muridnya.”
“Pernah satu kelas dengan saya?”
“Tidak. Saya anak asuhnya.”
“Memang di mana beliau sekarang? Masih di sekolahan yang itu?”
“Tidak. Beliau keluar sudah lama. Kini kembali mengajar sebagai dosen di AMNI.”
“Anda di sana juga?”
“Tidak. Saya dulu tinggal di panti asuhan yang beliau dirikan.”
“Wah, hebat. Sekarang beliau punya panti asuhan :D “ *terharu*
“Kamu dapat salam dari beliau.”
“Kok dia tahu saya?”
“Iya, beliau membaca tulisanmu tentang dirinya. Sekarang sudah jadi intelek, ya. Pak Udin menyuruh saya untuk mencari tahu siapa Awan Tenggara. Beliau pengen ketemu kamu.”
Endingnya, tentu mudah ditebak akan seperti apa. []

Foto Pak Udin (kanan--bawah) bersama anak-anak asuihnya.


Jumat, 15 Juni 2012

5 Judul Teratas Lagu Instrumental (Ost. Drama Asia) yang Bisa Membikin Anda Termehek-mehek.



Drama Asia memang kerjaannya bikin mata “Mbrebes Mili”, tentu bukan cuma karena pengaruh ceritanya saja yang membikin mata kita begitu. Melainkan juga backsound-nya. Nah, anda pasti pingin tahu dong judul lagu instrument yang biasa mengiringi adegan di drama-drama Asia yang memaksa kita nyari tisu itu (Ah, kalau saya sih ga bakal, ada acara nyari tisu segala :p).

Ya udah, daripada terus penasaran, mending kita langsung ke TKP dan comot tuh lagu saja (ngajarin yang ga’ bener XD ), Oke, ini dia judul lima lagu instrumental yang jadi OST drama Asia yang bakal membikin anda termehek-mehek saat mendengarnya :


  #1.
  Judul : Gido (Autumn in My Heart Ost)
  Artis : Unknown
  Link Download : Di Sini 




  #2.
  Judul : Canon in D (My Sassy Girl Ost)
  Artis : George Winston
  Link Download : Di Sini



  #3.
  Judul : Lovely Memories
  Artis : Alvaro Pierry (Meteor Garden Ost)
  Link Download : Di Sini
 



#3.
  Judul : Romance (Autumn in My Heart Ost)
  Artis : Unknown
  Link Download : Di Sini


  

#5.
  Judul : Dagagada (Boys Before Flower Ost)
  Artis : Dong Yo
  Link Download : Di Sini


Dunia Tanpa Nama [chapter #5]




“Aku bahkan benar-benar ragu kalau kau ini sebenarnya adalah manusia sepertiku,“ kata Obin sambil membenamkan seluruh badannya hingga leher di air terjun Maholu, “Mana ada manusia yang bisa melompat tinggi, mematahkan sayap siluman, dan membuat jalanan retak tanpa melakukan apa-apa? Dan yang lebih membuatku heran, adalah kau tidak bisa mati meskipun jantungmu tertusuk anak panah. Cepat sembuh lagi lukanya.”
“Kau tahu, Obin?” tanya Maria, sembari memakan sedikit demi sedikit ikan yang ia tangkap dan bakar dengan sihirnya dari air terjun itu. “Suatu saat kau juga akan menjadi seperti diriku.”
“Itu mustahil.”
“Kata-katamu itu mirip dengan kata-kataku tiga ratus tahun yang lalu. Ketika Gaga membawaku kemari.”
“Siapa lagi Gaga itu?”
“Dia guruku. Orang yang selalu menunggu datangnya hari ini.”
“Hari ini?”
“Obrolan yang sepertinya menarik,” Kata seseorang yang berpenampilan seperti badut yang sudah tiba-tiba jongkok di atas batu di sebrang, hidungnya bulat berwarna merah, rambutnya keriting, ia memakai topi seperti topi angkatan laut Inggris. Dan terlihat sedang membuat makhluk-makhluk aneh dari tanah liat dengan kedua tangannya. “Bolehkah aku ikut?”
Suara gaduh air terjun membuat Obin tidak bisa dengan jelas mendengar kata-kata orang itu. Tapi ia jelas melihat raut wajah Maria yang ketakutan. Bukan lagi dingin atau semacamnya, wajah Maria benar-benar menggambarkan ketakutan. Ketakutan. Apa yang terjadi sebenarnya?

***

“Baiklah, sebelum kita sampai ke tujuan kita, alangkah lebih baiknya aku mengajarimu sedikit sihir dulu dari sini,” kata lelaki bertopeng itu.
“Apa menurutmu aku berbakat belajar sihir?”
“Apalah yang disebut bakat itu. Kemampuan yang dibawa dari sejak lahir?” lelaki itu menggaruk-garuk kepalanya, “Bakat tidak bisa menentukan apakah orang yang memilikinya akan menjadi orang hebat atau tidak suatu hari kelak. Kau bisa menjadi hebat atau tidak hanya jika kau mau berusaha atau tidak mau berusaha.”
“Hm, boleh juga kata-katamu.”
“oke, sekarang kau pegang ini di tangan kananmu,” lelaki bertopeng itu memberikan sebuah apel ungu kepada Dhino.
“Apa yang harus aku lakukan dengan apel aneh ini?” Dhino meraihnya.
“Kau ikuti saja perintahku.”
Lelaki bertopeng itu menyentuh pelan kening Dhino, seolah membuka kunci atau entah agar kekuatan anak itu bisa keluar. “Sekarang kau konsentrasi pada apel itu.”
“Baik.”
“Ucapkan ‘Zakka’ setelah nama buah itu.”
“Apa namanya? Apel kah?”
“Di dunia ini orang menyebutnya Ko.”
“Jadi, aku harus mengucapkan ‘Ko Zakka’?”
KRAK!
Buah di tangan Dhino tiba-tiba menjadi retak setelah ia mengucapkan mantra itu. Lelaki bertopeng di depannya terkejut bukan main. “Mustahil, padahal kau sedang tidak serius.”
“Maksudmu tidak serius?”
“Ya, kau mengucapkan mantra itu dalam rangka bertanya kepadaku, dan tidak mengonsentrasikannya pada buah  Ko itu.”
“Memangnya, apa yang terjadi seharusnya?”
“Entahlah. Yang jelas aku menyebut hal ini sebagai keajaiban.”
“Aku tidak paham.”
“Guruku mengatakan padaku, bahwa orang sepertiku haya ada satu di antara seratus orang, ketika pertama kali aku berguru padanya dulu.”
“Hubungannya?”
“Tidak ada,” Ia menggaruk kembali kepalanya, “Aku hanya ingin bilang, orang sepertimu itu hanya ada satu di antara satu juta orang.”

***

“Beruntung sekali aku bisa bertemu denganmu di sini Maria,” Badut itu menjajarkan makhluk-makhluk tanah liat di depannya dengan rapi, “Kabarnya, kau baru saja membuat keributan di Pasar Areo, ya? Manusia itu memang gemar membuat masalah, ya.”
“Apa yang kau lakukan di sini, Jaglove?” Kata Maria, ia bangkit dari duduknya. Dan seperti biasanya ketika ia menghadapi ancaman, aura berwarna biru kini kembali menyelimuti dirinya. Obin hanya bisa bengong menyimak percakapan mereka.
“Obin, kau naiklah. Pakai bajumu. Pergi sejauh mungkin dari sini dan sembunyilah ke tempat yang menurutmu aman.” Maria bicara kepada Obin, “Aku tidak yakin bisa melindungimu dari pria ini.” Ia menengok ke badut keriting di sebrang sana.
“Ow, ow, ow. Maria. Kau lupa siapa aku, ya?” Badut itu mengeluarkan cahaya berwarna jingga dari tangannya. “Baiklah, akan kubiarkan kelincimu lari. Tapi sebagai gantinya, boleh ‘kan aku bermain-main denganmu?”
Mereka saling bertatap mata dengan dingin. Tapi ketakutan di wajah Maria jelas tidak bisa disembunyikan.
“Sepertinya lelaki itu berbahaya, “ Kata Obin setelah memakai pakaiannya, “Aku tidak mau jadi pengecut, Maria. Aku mau membantumu.”
“Kau jangan bodoh, Nak. Nyawamu itu terlalu berharga.”
“Tidak ada nyawa pengecut yang berharga.”
“Aku menyesal belum menceritakan semua apa yang sebenarnya kau alami ini padamu.”
“Sudahlah, kau boleh menceritakannya nanti. Sekarang kau bilang saja apa yang harus kulakukan terhadap pria ini. Jag jag siapa tadi namanya?”
“Jaglove. Dia penyihir yang cukup ditakuti di dunia ini. Dia adalah pemburu kepala. Aku saja ragu bisa mengalahkannya. Oleh sebab itulah aku menganggap keberadaanmu di sini hanya akan membawa masalah bagiku.”
“Tidak ada orang yang pernah meremehkanku seperti itu,” kata Obin, “Selamat, Maria. Kau orang yang pertama.”
ZAP!
Maria melempar tembakan berupa cahaya biru dari jari telunjuknya ke Obin. Tapi cahaya itu hanya menyerempet rambut manusia itu. “Harus kubilang berapa kali lagi agar kau bisa pergi dari sini? Apa perlu aku membuat salah satu bagian dari tubuhmu cacat dulu baru kau mau menuruti kata-kataku?!”
“Aku sungguh malu menyebut diriku sebagai seorang laki-laki jika aku menarik kembali kata-kataku. Sudahlah, Maria. Ini akan lebih baik jika kita mati bersama.” Obin menatap wajah badut berhidung merah yang kini sudah siap melakukan sesuatu dengan patung-patung tanah liat di depannya, “Itu juga jika orang itu bisa membunuh kita.”
“Kau memang keras kepala. Tukang bengong sepertimu, entah sejak kapan jadi pemberani begini?” Maria sedikit merasa kecewa, tapi juga bahagia mendengar pernyataan Obin. “Merepotkan.”

***

“Setiap benda atau makhluk di dunia ini punya nama, semakin sering orang menyebut nama mereka, maka akan semakin berpengaruh pula sihirmu pada mereka. Tentu saja jika kau tahu namanya, apalagi jika kau juga tahu wajah atau bentuknya.”
“Aku benar-benar tidak bisa memahami perkataanmu.”
“Sebenarnya pada dasarnya, semua benda atau makhluk di dunia ini tidak ada yang memiliki nama. Kau tahu bagaimana seekor induk binatang memanggil anak-anak atau kawanannya?” Lelaki bertopeng itu menggerakkan jari tengah dan telunjuknya ke atas dan ke bawah, “Mereka hanya menggunakan bahasa isyarat. Jadi…”
“Jadi, apa hubungannya nama berpengaruh pada intensitas sihir, dengan benda dan makhluk yang tidak bernama, dan binatang-binatang yang saling memanggil dengan bahasa isyarat?”
Lelaki bertopeng itu menerawang ke langit, “Apa bahasaku terlalu sulit dipahami, ya?” katanya. “Sebab kau memberikan pertanyaan dengan bahasa yang lebih sulit dari penjelasanku yang kau bilang sulit.”
“AAAAAAAAAAAAAAh?!” Dhino menggaruk-garuk kepalanya, “Kurasa kebiasaanmu menggaruk-garuk kepala itu disebabkan oleh kebiasaanmu mempersulit bahasa itu!”
Lelaki bertopeng itu tertawa, “Ha ha ha, baiklah, akan kusederhanakan lagi bahasaku.” Katanya,


***

PLOK!
PLOK!
PLOK!
“Yuuuhuuu, harap menghadap kemari saudara-saudara.” Kata Jaglove sambil bertepuk tangan, “Pertunjukan akan segera dimulai.” Di hadapannya sudah berdiri empat makhluk sihir berbentuk aneh. Kini mereka semua hidup.
“Pertama akan kuberitahu kamu, orang-orang biasa memanggil makhluk sihir ciptaan Jaglove—apapun wujudnya—dengan Mangrove.” kata Maria.
“Seperti nama tanaman rawa saja.”
“Seharusnya kau bertanya untuk apa aku memberitahumu nama mereka.”
“Kenapa harus?”
“Sihirmu akan sangat berpengaruh pada mereka jika kau mengetahui namanya.”
                “Jadi, kau sedang mengajariku sihir?”
                “Sederhananya begitu,” kata Maria sambil memasang kuda-kuda untuk menghadapi makhluk-makhluk sihir di depan mereka, “Ucapkan mantra, karang saja dari hatimu, kau tinggal membayangkan mau kau apakan mereka. Dan jangan lupa sertakan nama mereka sebelum mantra itu.”
                “Baiklah, kalau begitu,” Obin memejamkan matanya, “MANGROVE BANGBANGTUT!” ia berteriak.
                “Apa-apaan bunyi mantra itu?”
                “Itu mantra penghancuran. Aku membayangkan makhluk-makhluk itu akan hancur setelah aku ucapkan mantranya.”
                Dan..
                DUAR!
                DUAR!
DUAR!
DUAR!
Makhluk-makhluk aneh ciptaan Jaglove di seberang mereka tiba-tiba meledak dan hancur berkeping-keping. Maria memandang makhluk-makhluk itu dengan pandangan tidak percaya. Jaglove apalagi.

 
(Bersambung)
                                                               

Kamis, 14 Juni 2012

4 Situs Download Mp3 Gratis yang Ngga’ Pake Ribet

Ada banyak sekali nama situs yang muncul ketika kita memasukkan keyword “free download mp3” atau “download mp3 gratis” di search engine google. Tapi tidak semua situs yang angkat jari telunjuk di page2 awal itu bisa benar-benar memberi anda mp3 gratis. Adapun kadang juga melalui proses yang ribet; anda akan dilempar-lempar ke sana-sini, ngelink ke iklan, dan bahkan malah kedownload software entah jika anda memencet tombol—yang anda kira—file download. Syukur-syukur bukan virus :D

Nah, karena saya sering ditanya oleh teman2 saya di mana situs untuk download mp3 yang gampang, maka saya akhirnya punya inisiatif untuk membuat artikel ini. Dan kawan-kawan, inilah daftar beberapa situs itu, beserta cara downloadnya :



Silahkan anda ketik judul lagu atau artis yang ingin anda cari di lingkaran merah itu. dan hasilnya adalah yang muncul di kanan bawah.


Untuk mendownloadnya anda harus memencet tombol yang saya lingkari  pada gambar di atas. Ingat, jangan yang lain.


Setelah menunggu sekitar 20 detik (tergantung besarnya file yang anda download atau jenis akun anda di sini), maka file sudah benar-benar bisa anda download.

*(Sekarang ini sepertinya untuk bisa mendownload lagu di 4shared.com anda harus punya akun di sana minimal satu.


#2. Indowebster (http://www.indowebster.com/)




*(Caranya sama dengan yang di atas

#3. BeeMp3 (http://beemp3.com/)


Cari file di kolom yang saya telah lingkari.


Pilih file yang anda cari setelah anda memasukkan keyword di search engine tadi.

 

Untuk mendownload file, silahkan anda isi pertanyaan yang diberikan dengan benar. Biasanya perkalian atau penambahan. Kemudian tekan tombol "Download mp3"  (hal ini cuma berlaku di download-tan pertama. Untuk setelahnya anda tidak perlu mengisi-ngisi pertanyaan lagi)



 Setelah anda mengisi pertanyaan dengan benar, anda akan menunggu beberapa detik dulu sebelum akhirnya file yang ingin anda download keluar. Kini anda tinggal menekan file tersebut untuk bisa mendownloadnya.

#4. Mp3 Skull (http://mp3skull.com/)

dan yang paling gampang dari segala yang tergampang adalah download di Mp3 Skull :) Anda cuma perlu memasukkan keywod berupa judul lagu atau artis yang anda cari. Setelah muncul file di bawahnya, maka anda hanya perlu menekan tombol "Download" berwarna hijau pada file yang ingin anda download.


Semoga bermanfaat. Jangan lupa beli CD aslinya, ya :)

Rabu, 13 Juni 2012

Rela Nggak Merem Demi Green Canyon




Pukul sepuluh pagi kami sampai di sana. Sungguh, ini perjalanan yang  tidak hanya menguras waktu, melainkan juga tenaga. Apalagi bagi mereka yang sama sekali belum tahu di mana letak persisnya Green Canyon. Seandainya Fei, Edi dan Ibo—teman seperjalanan saya ketika itu—bukan merupakan jenis manusia yang pantang menyerah, saya benar-benar ragu bisa sampai ke sana dengan keadaan sehat wal afiat dan hati bahagia (halah!).

Untungnya teman-teman saya ini adalah orang yang “ganas” dan “liar”. Mereka adalah pendaki-pendaki gunung yang tangguh, sekaligus taat beribadah (^3^)’
Rasanya hampir tak percaya kami bisa menjadi tim yang solid, meski sebelumnya kami belum saling kenal. Yap, benar! Seorang teman kerjalah yang memperkenalkan mereka kepada saya. Mengetahui bahwa mereka semua adalah para petualang, maka langsung saya ajak saja mereka ngetrip. Dan itu adalah pertemuan pertama kami. Benar.
Kemana?” tanya mereka. Ketika saya menawarkan mengajak mereka jalan.
“Green Canyon.”
“Oke.”
Hebat! Tidak pakai banyak cingcong. Baru kali ini saya bertemu dengan orang-orang seperti ini. Yang segera mengiyakan tawaran ngetrip ke tempat yang tidak biasa. Saya benar-benar merasa bersyukur. Hati saya bahagia, serasa terbang di awan-awan ketika itu :D (halah!chapter#2)

Wal hasil kami berkumpul pada hari yang telah kami janjikan di Cikarang. Kami sepakat untuk menggunakan motor untuk menempuh perjalanan ke Green Canyon. Sehabis isya’ kami berangkat dari sana lewat Purwakarta. Melewati jalan yang sepi dan dingin menembus Subang dan kemudian Lembang (Bener ga’ ya urutannya? Agak2 lupa soalnya :p). Yang pasti, kami sampai di Lembang sekitar tengah malam. Tempat itu benar-benar dingin, kabut acap kali melintas di jalan-jalan dan mengaburkan pandangan. Kami berhenti di sebuah warung, untuk ngopi-ngopi dan menikmati uli bakar. Sehabis itu, kami lanjutkan perjalanan. Ternyata tidak sesuai prediksi. Meski siangnya saya sudah tidur angkler, malam hari itu saya tetap saja mengantuk. Perjalanan menyenangkan ini jadi rada  berbahaya lantaran kami memutuskan untuk tidak istirahat.
Untung driver saya adalah Ibo. Dia benar-benar tangguh. Tinggal kasih dia sebotol kratingda*ng, maka tenaganya akan mengingkat sepuluh kali lipat serupa banteng. Sepertinya memang seperti itu. Ia beberapa kali memergoki saya kebablasan tidur, dan menyuruh saya untuk memeluk tubuhnya erat-erat supaya tidak terjatuh. Sungguh tidak efektif. Andai ketika itu ada jin yang mau mengabulkan permintaan saya, maka saya akan meminta tali rafia untuk mengikatkan tubuh saya ke tubuh Ibo. Supaya tidak jatuh ke belakang, tentu saja.
Sejak dari Lembang, kami hanya istirahat sekali di sebuah mushala di pom bensin. Itupun saat hari sudah subuh. Rasa ngantuk amat sangat menguasai kami, tapi mengingat dari tempat itu perjalanan masih harus ditempuh dalam waktu empat jam lagi, maka kami putuskan untuk tidak istirahat lama-lama.

Tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Begitulah perasaan bahagia yang saya rasakan saat akhirnya kami sampai di tujuan. Pengorbanan yang kami lakukan benar-benar tidak sia-sia. Maka ketika itu juga kami langsung menuju ke tempat penjualan karcis masuk. Ternyata macam mau naik wahana di Dufan—dan ini seperti ngantri mau naik Tornado atau Roller Coaster—ngantrinya. Panjaaaaang banget. Untungnya sistem antriannya ngga pake sistem labirin seperti di Dufan. Sehingga kami bisa jalan-jalan dulu sesuka hati kemana saja untuk menunggu perahu kami datang. Benar, ngantri ini adalah ngantri perahu. 

Objek wisata Green Canyon hanya bisa ditempuh dengan menggunakan perahu. Agak lama sih ngantrinya, karena nomer antrian kami ketika itu adalah nomor seratus sekian. Sementara di halo-halo (begini saya biasa menyebut mikrofon) dikatakan bahwa saat ini perahu masih mengantarkan rombongan dengan nomor antrian enam puluh. Seandainya backsound suara informan yang keluar dari halo-halo itu adalah musik dangdut pantura, sungguh, saya benar-benar akan mencatat dalam kamus hidup saya bahwa saat itu adalah saat-saat dalam hidup saya yang paling membuat saya menderita.

 


     

Satu perahu bisa diisi enam hingga delapan orang ketika itu. Dan masuklah Felix dan satu orang lagi yang saya lupa namanya dalam tim kami. Mereka juga pengunjung yang sama seperti kami, yang ketika itu masuk dalam tim kami dalam rangka patungan perahu ^_^ 

Begitu melihat wajah Green Cranyon yang sebenarnya, saya jadi merasa bahwa pengorbanan yang kami lakukan tidaklah sia-sia. Rasanya tak percaya. Hari itu adalah lima tahun sejak saya bermimpi ingin berkunjung ke sana. Dan ternyata Tuhan mengabulkannya dengan cara seperti itu. Benar-benar sesuatu :)